Selasa, 29 April 2014
Senin, 14 April 2014
Senin, 07 April 2014
Bagaimana cara merancang wps? ..
MERANCANG WPS
(WELDING PROCEDURE SPECIFICATION)
Langkah-langkah dalam merancang WPS:
1. Drawing
Check
drawing yang ada. Check jenis material yang dipakai dalam welding
process. Jenis material tersebut termasuk Group apa (Group I, II, III,
IV).
Tensile strength dari material, Welding Process yang digunakan, AWS Specification, Electrode Classification.
Jenis Material/Base Metal yang digunakan mengacu pada code, code yang dipakai harus edisi terbaru. Misala dipakai AWS D1.1.
Untuk Base Metal, standard yang dipakai AWS D1.1 Table 3.1.
Check Thickness material, Edge Preparation, Joint Position, Joint Type.
Check Welding Symbol yang dipakai untuk menentukan Edge Preparation, Joint Type, Sudut Bevel (Angle Groove).
2. PWPS (Preliminiary Welding Procedure Specification)
Data
material yang ada dalam drawing dibuat dalam PWPS. Dalam PWPS memiliki
kepala surat yang berisi: Project Name, Form No, Document No, Revision
No, Supporting PQR No, Date, Page No, PWPS No.
Untuk
Joint Design harus digambarkan dan ditulis thickness material, groove
angle, root gap, root face dan digambarkan juga Welding Sequence.
Check
Parameter Electrical antara lain Range Ampere & Range Voltage
(root, hot, fill, capping), Polarity, Travel Speed, Heat Input.
Check Consumable, yaitu: Type, Class, AWS Specification, Size Electrode (Diameter Electrode).
Check Welding Process, yaitu: Joint Position, Side (root, hot, fill, capping), No Weld Pass.
Untuk
Consumables, keterangan yang ditulis sesuai dengan welding process
yaitu: Flux yang digunakan, Shield Gas, Flow Rate, Back Purge, Stick Out
(root), Stick Out (fill), Consumable Treatment.
Consumable Batch No, keterangan berupa: Electrocde No, Nozzle Diameter, Wire Feeder.
Thermal Treatment, keterangan yaitu: Preheat, Temperature Check Methode, Max Interpass Temperature.
PWHT, keterangannya: Thickness, Temperature, Time.
Pada kolom Completion of Procedure harus ada antara lain: Prepared by, Reviewed by, Approved by, Client Representative (3rd Party)
Technique, keterangannya: Position Qualified, Weld Progression mengacu pada AWS D1.1 Table 4.1
Untuk
NDT keterangannya: Test Methode yang dipakai Visual Inspection, MPI,
DPI, RT, UT dilakukan 100% dengan Standard AWS D1.1 Table 6.1
Untuk Mechanical Test, Test Methode berupa Tensile Test, Root Bend, Side Bend, Face Bend dengan Standard AWS D1.1 Table 4.2
Lokasi Specimen Test harus digambarkan untuk menentukan lokasi specimen test diambil sehingga dapat memperkuat bukti.
Pada pelaksanaan Mechanical Test harus disaksikan Client dan direcord.
3. Welding as PWPS
Data-data
PWPS dipakai sebagai panduan dalam welding process. Semua data yang ada
dalam welding process dicatat dalam Procedure Qualification Record
(PQR). Range Ampere dan Rang Voltage yang didapat dalam proses welding
pada Root, Hot, Fill, Capping harus direcord. Begitu juga Travel Speed,
Heat Input, Diameter Electrode harus direcord.
4. Setelah Proses Welding selesai maka dilakukan Inspeksi yang meliputi:
a. Visual
Inspection, dilakukan 100% dan direcord dalam PQR, apakah data yang
didapat Accept atau Reject sesuai dengan AWS D1.1 Table 6.1
b. NDT,
antara lain: MPI (Carbon Steel), DPI (Stainless Steel), RT, UT. Semua
data direcord dalam PQR, Accept atau Reject sesuai dengan AWS D1.1 Table
6.1. Pelaksanaan
NDT dilapangan tidak harus 100%, sesuai dengan kebutuhan, lokasi
welding (primer member atau tidak) dan permintaan Client.
Kemudian
dilakukan Mechanical Test, Standard yang dipakai AWS D1.1 Table 4.2.
Pelaksanaannya harus disaksikan Client Representative.
Hasil
yang didapat Accept atau Reject harus direcord dalam PQR. Bila Accept
maka hasil welding dianggap OK, bila Reject maka harus dilakukan tes
ulang ataupun repair. Bila hasil tes benar-benar Reject maka harus
dilakukan proses welding ulang.
Setelah
hasil Visual Inspection, NDT, Mechnical Test memenuhi Standard maka
hasil yang dipakai dapat dipersiapkan untuk menjadi WPS dan harus dapat
Approval oleh pihak yang berkepentingan.
Mechanical
Test biasanya mengacu pada Client Spec, bila Client meminta Mechanical
Test tambahan maka harus dilakukan walaupun tidak terdapat dalam
Standard karena Client Spec merupakan Standard tertinggi.
Bila Client Spec meminta Hardness Test biasanya dilakukan juga Macro Test karena kedua tes tersebut sejalan.
5. Data yang sudah Accept dalam PQR dipersiapkan menjadi WPS.
Dalam
WPS memiliki kepala surat yang berisi: Project Name, Form No, Document
No, Revision No, Supporting PQR No, Date, Page No, WPS No, Material
Spec.
Untuk
Joint Design harus digambarkan dan ditulis thickness material, groove
angle, root gap, root face dan digambarkan juga Welding Sequence beserta
jumlah bead.
Untuk Thickness Range dan Pipe Diameter qualified mengacu AWS D1.1 Table 4.2.
Untuk
Technique: Position qualificataion mengacu AWS D1.1 table 4.1. Harus
ditulis juga Weld Progression, String/Weave, Max Weld Bead, Interpass
Cleaning.
Pada Weld Pass Detail: No, Side (root, hot, fill, capping), Position
Electrode Description: Type, Class, AWS Spec, Size.
Welding
Parameter: Ampere Range & Voltage Range dibuatkan nilai rata-rata
untuk lokasi pass, kemudian nilai rata-rata per lokasi pass dalam PQR
dihitung mengacu AWS D1.1 Table 4.5. Polarity, Travel Speed, Heat Input
harus direcord.
Untuk
Consumables, keterangan yang ditulis sesuai dengan welding process
yaitu: Flux yang digunakan, Shield Gas, Flow Rate, Back Purge, Stick Out
(root), Stick Out (fill), Consumable Treatment.
Consumable Batch No, keterangan berupa: Electrocde No, Nozzle Diameter, Wire Feeder.
Thermal Treatment, keterangan yaitu: Preheat, Temperature Check Methode, Max Interpass Temperature.
PWHT, keterangannya: Thickness, Temperature, Time.
Pada kolom Completion of Procedure harus ada antara lain: Prepared by, Reviewed by, Approved by, Client Representative (3rd Party).
6. Setelah semua data Benar dan mendapat Approval dari pihak-pihak yang berkepentingan maka data tersebut telah Sah menjadi WPS.
Beberapa kasus pada pengelasan baja
Proses pengelasan yang melibatkan adanya
pencairan di daerah sambungan, secara metalurgis akan menghasilkan tiga
daerah seperti terlihat pada gambar berikut :
Pada daerah logam las (daerah 1) :
Terjadi proses pembekuan dari logam las (weld metal) atau logam pengsisi (filler metal). Fenomena pembekuan akan memunculkan struktur dendritik yang kasar diiringi dengan timbulnya segregasi sebagai akibat adanya laju pendinginan yang relatif cepat. Adanya pengkasaran ukuran butir dan segregasi di daerah logam las akan menurunkan sifat mekanik. Penurunan sifat mekanik yang terjadi jangan sampai melampaui sifat mekanik logam induk. Karena itu berdasarkan hal tsb dan mengingat menurut standar bagian logam las tidak diperkenankan untuk gagal, maka untuk mengkompensasi penurunan tsb dipilih kualitas mekanik logam las minimal 15% lebih tinggi dari sifat logam induk. Disamping itu pada saat logam las membeku (bertransformasi fasa) senantiasa diiringi dengan perubahan volume (dalam hal ini menyusut). Perubahan volume yang mengiringi transformasi fasa merupakan cikal bakal timbulnya destorsi pada sambungan las bahkan menjadi cikal bakal timbulnya retak (crack) baik retak yang timbul dengan segera maupun retak yang timbul berikutnya (delay crack) baik di logam las (1) maupun di daerah yang dipengaruhi panas (3)
Pada daerah 2 (daerah Fusi, yang kadang-kadang disebut juga sebagai dilusi) :
Terjadi pencampuran antara logam las dan logam induk. Pada prinsipnya di daerah ini terjadi proses pemaduan. Secara umum hasil dari suatu proses pemaduan dapat menghasilkan larutan padat, senyawa atau campuran antara larutan padat dan senyawa yang akan memberikan perbedaan terhadap sifat mekanik yang dimilikinya. Dalam praktek, keberadaan senyawa intermetalik yang getas sangat tidak diinginkan apabila terbentuk di batas butir namun akan berperan sangat penting dalam meningkatkan kekuatan logam apabila senyawa tsb muncul sebagai bagian dari fasa eutektik atau tersebar merata dalam bentuk partikel halus.
Pada daerah 3 (daerah yang dipengaruhi panas) :
Akan terjadi kombinasi antara pembentukan butir-butir yang kasar sebagai akibat terekpos pada suhu tinggi dengan timbulnya transformasi fasa, dari fasa padat ke fasa padat yang lain. Menurut Hall-Petch, pengkasaran butir akan menyebabkan kekuatan logam menurun sedangkan transformasi fasa yang terjadi di daerah tersebut juga akan diiringi dengan perubahan volume. fenomena metalurgi yang terjadi di daerah 3 menjadi sangat kompleks dengan adanya temperatur gradien. Secara umum di daerah ini terjadi proses perlakuan panas dengan segala macam aspek yang mempengaruhinya seperti tinggi dan lamanya temperatur pemanasan, laju pendinginan, termasuk ada atau tidaknya pre heat dan post heat dan jenis fasa yang akan dihasilkannya.
Perlu digarisbawahi bahwa ketiga daerah tersebut akan selalu muncul pada saat menerapkan proses pengelasan yang melibatkan adanya proses pencairan, baik pada saat mengelas logam yang sama (similar metal welding) maupun pada saat mengelas dua logam yang berbeda (dissimilar metal welding). Khusus pada saat mengelas dua jenis logam yang berbeda, aspek lain diluar fenomena metalurgi yang perlu dipertimbangkan adalah :
Jadi apabila F11 disambungkan dengan SAE 304L ,misalnya menggunakan logam pengisi juga SAE 304L, maka di daerah Fusi di sisi F11 akan terjadi dilusi antara logam induk (F11) dengan logam pengisi (SAE 304L). Untuk membantu menganalisis apakah pemilihan logam las dari jenis baja tahan karat SAE 304L sudah tepat dan jenis fasa apa yang akan terjadi di daerah fusi di sisi F11 dapat digunakan diagram Schaeffler yang sudah dimodifikasi oleh Schneider seperti terlihat pada gambar 2
Miyano mengatakan bahwa besarnya faktor
dari hasil perhitungan diatas kurang dari 200, maka tidak akan timbul
retak. Namun apabila harganya diatas 200, maka pada suatu saat akan
timbul retak. Patokannya adalah makin besar faktor tsb, kemunculan retak
semakin dekat.
Persamaan ini telah diadopsi oleh API pada bagian pembahasan tentang RBI (Risk Base Inspection) denga menyebut persamaan ini sebagai J-factor, namun harganya diubah bukan 200, melainkan 100.
Pada daerah logam las (daerah 1) :
Terjadi proses pembekuan dari logam las (weld metal) atau logam pengsisi (filler metal). Fenomena pembekuan akan memunculkan struktur dendritik yang kasar diiringi dengan timbulnya segregasi sebagai akibat adanya laju pendinginan yang relatif cepat. Adanya pengkasaran ukuran butir dan segregasi di daerah logam las akan menurunkan sifat mekanik. Penurunan sifat mekanik yang terjadi jangan sampai melampaui sifat mekanik logam induk. Karena itu berdasarkan hal tsb dan mengingat menurut standar bagian logam las tidak diperkenankan untuk gagal, maka untuk mengkompensasi penurunan tsb dipilih kualitas mekanik logam las minimal 15% lebih tinggi dari sifat logam induk. Disamping itu pada saat logam las membeku (bertransformasi fasa) senantiasa diiringi dengan perubahan volume (dalam hal ini menyusut). Perubahan volume yang mengiringi transformasi fasa merupakan cikal bakal timbulnya destorsi pada sambungan las bahkan menjadi cikal bakal timbulnya retak (crack) baik retak yang timbul dengan segera maupun retak yang timbul berikutnya (delay crack) baik di logam las (1) maupun di daerah yang dipengaruhi panas (3)
Pada daerah 2 (daerah Fusi, yang kadang-kadang disebut juga sebagai dilusi) :
Terjadi pencampuran antara logam las dan logam induk. Pada prinsipnya di daerah ini terjadi proses pemaduan. Secara umum hasil dari suatu proses pemaduan dapat menghasilkan larutan padat, senyawa atau campuran antara larutan padat dan senyawa yang akan memberikan perbedaan terhadap sifat mekanik yang dimilikinya. Dalam praktek, keberadaan senyawa intermetalik yang getas sangat tidak diinginkan apabila terbentuk di batas butir namun akan berperan sangat penting dalam meningkatkan kekuatan logam apabila senyawa tsb muncul sebagai bagian dari fasa eutektik atau tersebar merata dalam bentuk partikel halus.
Pada daerah 3 (daerah yang dipengaruhi panas) :
Akan terjadi kombinasi antara pembentukan butir-butir yang kasar sebagai akibat terekpos pada suhu tinggi dengan timbulnya transformasi fasa, dari fasa padat ke fasa padat yang lain. Menurut Hall-Petch, pengkasaran butir akan menyebabkan kekuatan logam menurun sedangkan transformasi fasa yang terjadi di daerah tersebut juga akan diiringi dengan perubahan volume. fenomena metalurgi yang terjadi di daerah 3 menjadi sangat kompleks dengan adanya temperatur gradien. Secara umum di daerah ini terjadi proses perlakuan panas dengan segala macam aspek yang mempengaruhinya seperti tinggi dan lamanya temperatur pemanasan, laju pendinginan, termasuk ada atau tidaknya pre heat dan post heat dan jenis fasa yang akan dihasilkannya.
Perlu digarisbawahi bahwa ketiga daerah tersebut akan selalu muncul pada saat menerapkan proses pengelasan yang melibatkan adanya proses pencairan, baik pada saat mengelas logam yang sama (similar metal welding) maupun pada saat mengelas dua logam yang berbeda (dissimilar metal welding). Khusus pada saat mengelas dua jenis logam yang berbeda, aspek lain diluar fenomena metalurgi yang perlu dipertimbangkan adalah :
1. Apakah perbedaan koefisien muai akan ber-pengaruh terhadap umur sambungan ?
2. Apakah korosi galvanik akan menjadi masalah ?
Pada beberapa jenis baja paduan dan besi cor,keseluruhan aspek tsb diatas merupakan hal-hal yang patut menjadi perhatian yang cermat dan akurat agar hasil pengelasan yang dilakukan dapat menghasilkan sambungan yang baik dan memenuhi persyaratan yang sudah ditetapkan dalam WPS.
BEBERAPA CONTOH KASUS
Untuk menganalisis fenomena metalurgi seperti diuraikan diatas dapat dilihat pada contoh-contoh pengelasan berikut :
1. Mengelas baja Cr-Mo dengan baja tahan karat austenitik Pada industri petrokimia seringkali dijumpai baja CrMo, baik dari tipe ASTM A387 grade 11 (F11) maupun F12 (dissimilar) ; disambungkan dengan baja tahan karat austenitik atau baja F11 disambungkan dengan baja F11 (similar).
Lazimnya pada kedua pengelasan tersebut seringkali menggunakan logam pengisi dari jenis baja tahan karat austenitik atau dari jenis paduan Ni-Cr-Fe seperti paduan Incoloy 825 atau paduan Inconel 625. Dari tabel 1 dapat dilihat komposisi baja F11, baja tahan karat austenitik SAE 304L, Incoloy 825 dan Inconel 625 sebagai berikut :
2. Apakah korosi galvanik akan menjadi masalah ?
Pada beberapa jenis baja paduan dan besi cor,keseluruhan aspek tsb diatas merupakan hal-hal yang patut menjadi perhatian yang cermat dan akurat agar hasil pengelasan yang dilakukan dapat menghasilkan sambungan yang baik dan memenuhi persyaratan yang sudah ditetapkan dalam WPS.
BEBERAPA CONTOH KASUS
Untuk menganalisis fenomena metalurgi seperti diuraikan diatas dapat dilihat pada contoh-contoh pengelasan berikut :
1. Mengelas baja Cr-Mo dengan baja tahan karat austenitik Pada industri petrokimia seringkali dijumpai baja CrMo, baik dari tipe ASTM A387 grade 11 (F11) maupun F12 (dissimilar) ; disambungkan dengan baja tahan karat austenitik atau baja F11 disambungkan dengan baja F11 (similar).
Lazimnya pada kedua pengelasan tersebut seringkali menggunakan logam pengisi dari jenis baja tahan karat austenitik atau dari jenis paduan Ni-Cr-Fe seperti paduan Incoloy 825 atau paduan Inconel 625. Dari tabel 1 dapat dilihat komposisi baja F11, baja tahan karat austenitik SAE 304L, Incoloy 825 dan Inconel 625 sebagai berikut :
Jadi apabila F11 disambungkan dengan SAE 304L ,misalnya menggunakan logam pengisi juga SAE 304L, maka di daerah Fusi di sisi F11 akan terjadi dilusi antara logam induk (F11) dengan logam pengisi (SAE 304L). Untuk membantu menganalisis apakah pemilihan logam las dari jenis baja tahan karat SAE 304L sudah tepat dan jenis fasa apa yang akan terjadi di daerah fusi di sisi F11 dapat digunakan diagram Schaeffler yang sudah dimodifikasi oleh Schneider seperti terlihat pada gambar 2
Dengan
memperhitungkan %Ni.eq dan %Cr.eq dari kombinasi komposisi yang akan
terjadi di daerah fusi dan menerapkannya pada diagram Schaeffler, tampak
bahwa kombinasi komposisi F11 dan SAE 304L jatuh di daerah austenit.
Jika hal seperti ini yang terjadi, maka pemilihan jenis logam las maupun
logam pengisi sudah tepat. Yang harus dihindari adalah apabila
kombinasi komposisi menghasilkan fasa Martensit. Keberadaan fasa
martensit seringkali dikaitkan dengan masalah kegetasannya. Namun yang
paling berbahaya dari keberadaan martensit adalah bahwa embentukannya
kadang-kadang diikuti dengan munculnya retak rambut (fissure) yang
seringkali sulit dideteksi dengan peralatan ultrasonic. Kalaupun
terdeteksi seringkali dinyatakan sebagai minor defect.
Analisis berikutnya adalah fenomena yang
terjadi di daerah HAZ terutama di daerah interface antara logam induk
dengan logam cair. Jika Ni berdifusi, maka akibat adanya gradien kadar
Ni maka kombinasi komposisi di daerah tersebut akan menghasilkan
martensit. Untuk mengatasi hal tsb maka dilakukan proses pre heat yang
besarnya harus diatas temperatur Ms dari kombinasi komposisi yang
menghasilkan martensit. Kemungkinan timbulnya retak yang tertunda (delay
crack), dapat juga di"ramal"kan dengan memperhitungkan suatu harga
faktor yang dibuat oleh Miyano dalam bentuk persamaan sebagai berikut :
Persamaan ini telah diadopsi oleh API pada bagian pembahasan tentang RBI (Risk Base Inspection) denga menyebut persamaan ini sebagai J-factor, namun harganya diubah bukan 200, melainkan 100.
MEMBANDINGAN KINERJA MACAM – MACAM PROSES PENGELASAN MANUAL DALAM APLIKASI PRODUKSI..
Ada
banyak proses pengelasan yang ada dalam dunia pengelasan. Tetapi yang
paling dikenal untuk proses pengelasan manual bagi masyarakat ada 4
yaitu; Las Oksi-Asetilen, Las SMAW, Las GMAW, Las TIG. Dalam kegiatan
proses produksi pada industri kecil dan menengah pemilihan proses
pengelasan yang tepat kadang masih menjadi kendala bagi mereka. Dalam
artikel ini penulis menyampaikan sedikit informasi tentang kelebihan dan
kekurangan dari keempat proses pengelasan yang tersebut diatas, agar
pembaca sedikit banyak memiliki pertimbangan untuk memilih salah satu
proses pengelasan yang tepat untuk mendukung proses produksi secara
efektif dan efisien.
Las OAW (Oxi- Acetylene Welding)
Las
OAW juga sering disebut sebagai las Asetilen, las Karbit atau las Gas.
Energi panas yang digunakan untuk mencairkan logam berasal dari reaksi
kimia antara gas Asetilen (C2H2) dengan gas Oksigen (O2). Nyala api yang
tepat dari proses las ini dapat mampu menghasilkan panas sampai
temperature 3200°C. Proses las ini dapat digunakan untuk mengelas baja
non paduan, baja paduan rendah, besi cor dan Aluminium. Efektif untuk
ketebalan pelat dan pipa mulai 0,8-6mm. Harga peralatan yang murah,
proses pengelasan yang lambat dan distorsi yang tinggi merupakan
karakteristik dari las jenis ini. Selain untuk mengelas, las
oksi-asetilen sering digunakan juga untuk proses pemotongan, pengerasan,
penekukan dan pelurusan, maupun perataan.
Las SMAW (Shielded Metal Arc Welding)
Las
SMAW sering disebut las listrik, las elektroda, las stick, las MMA.
Energi panas yang digunakan untuk mencairkan logam berasal dari busur
listrik pada elektroda. Temperatur busur listrik dari elektroda mampu
mencapai 6000°C . Fleksibilitas penggunaan dilapangan maupun didalam
bengkel merupakan keunggulan utama dibanding proses las lainnya.
Keunggulan lainnya antara lain; Harga mesin las cukup murah, Bisa
digunakan untuk mengelas berbagai macam logam tergantung dari kesediaan
jenis elektroda. Kekurangan dari proses las ini antara lain; efisiensi
rendah (65%), membutuhkan skill operator yang cukup tinggi, waktu
pengelasan cukup lama karena pengelasan selalu terputus untuk
penggantian elektroda sekaligus pengupasan terak las. Arus pengelasan
terbatas sesuai dengan kemampuan elektroda. Menghasilkan polutan asap
las, terak, slag dan spatter.
Las GMAW (Gas Metal Arc Welding)
Las
GMAW sering disebut las MIG/MAG, las CO2. Energi panas yang digunakan
untuk mencairkan logam berasal dari busur listrik dari kawat elektroda.
Temperatur busur listrik dari elektroda mampu mencapai 8000°C . Laju
desposisi lasan yang tinggi merupakan keunggulan utama dibanding proses
las lainnya. Keunggulan lainnya antara lain; Teknik mengelasnya lebih
mudah, bebas slag dan terak sehingga waktu operasi pengelasannya lebih
singkat, memiliki range tebal material yang lebih besar (mulai 0,8mm
keatas). Kekurangan dari proses las ini antara lain; Kurang portable,
jenis kawat elektroda terbatas, harga mesin las relative mahal,
memerlukan gas pelindung, tidak cocok digunakan mengelas dilapangan dan
masih menghasilkan spatter.
Las GTAW (Gas Tungsten Arc Welding)
Las GTAW sering disebut las WIG, las TIG, las Argon. Energi panas yang digunakan untuk mencairkan logam berasal dari busur listrik dari elektroda Tungsten. Temperatur busur listrik dari elektroda mampu mencapai 12000°C . Hasil las berkualitas tinggi merupakan keunggulan utama dibanding proses las lainnya. Keunggulan lainnya antara lain; bebas slag dan terak, nyaris bebas asap las. Bisa digunakan untuk mengelas semua jenis logam. Kekurangan dari proses las ini antara lain; Kurang portable, harga mesin las mahal, memerlukan gas pelindung, tidak cocok digunakan mengelas dilapangan, efektif hanya untuk mengelas logam tipis (0.5 s/d 6mm).
Berdasarkan
kelebihan dan kekurangan masing-masing proses pengelasan diatas,
berikut kita bandingkan tingkat penggunaannya dalam tabel Perbandingan
Aplikasi Proses Pengelasan Manual seperti dibawah ini.
Tabel Perbandingan Aplikasi Proses Pengelasan Manual
Parameter
|
Proses Pengelasan
|
|||
OAW
|
SMAW
|
GMAW
|
GTAW
|
|
Flexibilitas
|
**
|
****
|
*
|
*
|
Kemampuan las terhadap variasi jenis logam
|
*
|
****
|
**
|
****
|
Kecepatan las
|
*
|
**
|
****
|
*
|
Efisiensi deposit lasan
|
**
|
**
|
****
|
**
|
Harga mesin/peralatan las
|
**
|
**
|
***
|
****
|
Biaya operasional
|
***
|
**
|
*
|
****
|
Kualitas hasil las
|
*
|
**
|
***
|
****
|
Kebutuhan skill welder
|
***
|
**
|
*
|
****
|
Range ketebalan material
|
*
|
***
|
****
|
**
|
Fungsi tambahan peralatan
|
****
|
**
|
*
|
*
|
Keterangan: * = rendah
** = cukup
*** = tinggi
**** = sangat tinggi
Pembahasan
Dari
tabel diatas, kita dapat membandingkan tingkat keunggulan dari
masing-masing proses pengelasan. Sangatlah tidak adil jika kita
membandingkan keempat proses las tersebut dengan menjumlahkan tanda
bintang yang ada. Tetapi cara membandingkannya melihat dari kebutuhan.
Misal: Suatu proyek atau produk banyak dikerjakan dilapangan, maka
sebaiknya memilih SMAW. Hal ini mengingat proses kerja dilapangan
membutuhkan tingkat fleksibiltas fungsi alat dan proses pengelasan yang
tinggi. Sebaliknya kalau proyek atau produk kita dikerjakan di dalam
ruang bengkel dan benda kerja bisa dimanipulasi posisinya sebaiknya
menggunakan GMAW, mengingat proses las GMAW menjanjikan kecepatan dan
efisiensi deposit las yang paling tinggi. Sebaliknya jika pengerjaan
logam kita banyak menggunakan bahan dari logam special (misal: stainless
steel, aluminium, titanium, tembaga) sebaiknya menggunakan GTAW. Karena
mengelas logam special memerlukan kualitas hasil yang sangat tinggi dan
sebisa mungkin meminimalkan adanya perbaikan setelah pengelasan (repair
welding). Hal ini disebabkan logam-logam special tersebut selain
harganya mahal juga tergolong sulit untuk dilakukan repair welding
terutama pada pelat atau pipa yang tipis. Fungsi tambahan dari peralatan
las yang paling tinggi adalah las OAW. Artinya proses las ini dapat
digunakan tidak hanya untuk mengelas tapi bisa digunkan untuk memotong,
menekuk, memanasi, mengeraskan, meluruskan, dan meratakan. Sehingga
didalam setiap bengkel peralatan las OAW sebaiknya dimiliki sebagai
pendukung untuk kegiatan fabrikasi logam. Demikian pembahasan dari
artikel ini. Semoga bermanfaat.
Referensi:
G.Archele, Dipl-Ing, Kalkulation und Wirtshaftlichkeit in der Schweisstechnik, DVS, Dusseldorf, 1985.
Juergen-Klaus Matthes, Schweisstechnik, Fachbuchverlag Leipzig im Carl Hanser Verlag, Muenchen Wien, 2002.
Posisi-posisi pengelasan
Posisi Pengelasan 1G-4G plat
Posisi
pengelasan atau sikap pengelasan adalah pengaturan posisi dan gerakan
arah dari pada elektroda sewaktu mengelas. Adapun pisisi mengelas
terdiri dari empat macam yaitu:
- Posisi di Bawah Tangan(1G) Posisi di bawah tangan yaitu suatu cara pengelasan yang dilakukan pada permukaan rata/datar dan dilakukan dibawah tangan. Kemiringan elektroda las sekitar 10º - 20º terhada garis vertikal dan 70º - 80º terhadap benda kerja.
- Posisi Datar (Horisontal) (2G) Mengelas dengan horisontal biasa disebut juga mengelas merata dimana kedudukan benda kerja dibuat tegak dan arah elektroda mengikuti horisontal. Sewaktu mengelas elektroda dibuat miring sekitar 5º - 10º terhada garis vertikal dan 70º - 80º kearah benda kerja.
- Posisi Tegak (Vertikal) (3G) Mengelas posisi tegak adalah apabila dilakukan arah pengelasannya keatas atau kebawah. Pengelasan ini termasuk pengelasan yang paling sulit karena bahan cair yang mengalir atau menumpuk diarah bawah dapat diperkecil dengan kemiringan elektroda sekitar 10º - 15º terhada garis vertikal dan 70º - 85º terhadap benda kerja.
- Posisi di Atas Kepala (Over Head) (5G), Posisi pengelasan ini sangat sukar dan berbahaya karena bahan cair banyak berjatuhan dapat mengenai juru las, oleh karena itu diperlukan perlengkapan yang serba lengkap antara lain: Baju las, sarung tangan, sepatu kulit dan sebagainya. Mengelas dengan posisi ini benda kerja terletak pada bagian atas juru las dan kedudukan elektroda sekitar 5º - 20º terhada garis vertikal dan 75º - 85º terhadap benda kerja. Pada pengelasan posisi 5G dibagi menjadi 2, yaitu :
- -Pengelasan naik
Biasanya dilakukan pada pipa yang mempunyai dinding teal karena membutuhkan panas yang tinggi. Pengelasan arah naik kecepatannya lebih rendah dibandingkan pengelasan dengan arah turun, sehingga panas masukan tiap satuan luas lebih tinggi dibanding dengan pengelasan turun.Posisi pengelasan 5G pipa diletakkan pada posisi horizontal tetap dan pengelasan dilakukan mengelilingi pipa tersebut. Supaya hasil pengelasan baik, maka diperlukan las kancing (tack weld) pada posisi jam 5-8-11 dan 2. Mulai pengelasan pada jam 5.30 ke jam 12.00 melalui jam 6 dan kemudian dilanjutkan dengan posisi jam 5.30 ke jam 12.00 melalui jam 3. Gerakan elektrode untuk posisi root pass (las akar) adalah berbentuk segitiga teratur dengan jarak busur ½ kali diameter elektrode.
-Pengelasan turun
Biasanya dilakukan pada pipa yang tipis dan pipa saluran minyak serta gas bumi. Alasan penggunaan las turun lebih menguntungkan dikarenakan lebih cepat dan lebih ekonomis.
Macam macam proses pengelasan..
1. Berdasarkan Panas Listrik
• SMAW (Shield Metal Arch Welding) adalah las busur nyala api listrik terlindung dengan mempergunagakan busur nyala listrik sebagai sumber panas pencair logam. Jenis ini paling banyak dipakai dimana–mana untuk hampir semua keperluan pekerjaan pengelasaan. Tegangan yang dipakai hanya 23 sampai dengan 45 Volt AC atau DC, sedangkan untuk pencairan pengelasan dibutuhkan arus hingga 500 Ampere. Namun secara umum yang dipakai berkisar 80 – 200 Ampere
• SAW (Submerged Arch Welding) adalah las busur terbenam atau pengelasan dengan busur nyala api listrik. Untuk mecegah oksidasi cairan metal induk dan material tambahan, dipergunakan butiran–butiran fluks / slag sehingga bususr nyala terpendam di dalam ukuran–ukuran fluks tersebut
• ESW (Electro Slag Welding) adalah pengelasan busur terhenti, pengelasan sejenis SAW namun bedanya pada jenis ESW busurnya nyala mencairkan fluks, busur terhenti dan proses pencairan fluk berjalan terus dam menjadi bahan pengantar arus listrik (konduktif). Sehingga elektroda terhubungkan dengan benda yang dilas melalui konduktor tersebut. Panas yang dihasilkan dari tahanan terhadap arus listrik melalui cairan fluk / slag cukup tinggi untuk mencairkan bahan tambahan las dan bahan induk yang dilas tempraturnya mencapai 3500° F atau setara dengan 1925° C
• SW (Stud Welding) adalah las baut pondasi, gunanya untuk menyambung bagian satu konstruksi baja dengan bagian yang terdapat di dalam beton (baut angker) atau “ Shear Connector “
• ERW (Electric Resistant Welding) adalah las tahanan listrik yaitu dengan tahanan yang besar panas yang dihasilkan oleh aliran listrik menjadi semakin tinggi sehingga mencairkan logam yang akan dilas. Contohnya adalah pada pembuatan pipa ERW, pengelasan plat–plat dinding pesawat, atau pada pagar kawat
• EBW (Electron Beam Welding) adalah las dengan proses pemboman elektron, suatu pengelasan uang pencairannya disebabkan oleh panas yang dihasilkan dari suatu berkas loncatan elektron yang dimamapatkan dan diarahkan pada benda yang akan dilas. Penelasan ini dilaksanakan di dalam ruang hampa, sehingga menghapus kemungkinan terjadinya oksidasi atau kontaminasi
2. Berdasarkan Panas Listrik dan Gas
• GMAW (Gas Metal Arch Welding) terdiri dari ; MIG (Metal Active Gas) dan MAG (Metal Inert Gas) adalah pengelasan dengan gas nyala yang dihasilkan berasal dari busur nyala listrik, yang dipakai sebagai pencair metal yang di–las dan metal penambah. Sebagai pelindung oksidasi dipakai gas pelindung yang berupa gas kekal (inert) atau CO2. MIG digunakan untuk mengelas besi atau baja, sedangkan gas pelindungnya adalah mengunakan Karbon dioxida CO2. TIG digunakan untuk mengelas logam non besi dan gas pelindungnya menggunakan Helium (He) dan/atau Argon (Ar)
• GTAW (Gas Tungsten Arch Welding) atau TIG (Tungsten Inert Gas) adalah pengelasn dengan memakai busur nyala dengan tungsten/elektroda yang terbuat dari wolfram, sedangkan bahan penambahnyyadigunakan bahan yang sama atau sejenis dengan material induknya. Untuk mencegah oksidasi, dipakai gas kekal (inert) 99 % Argon (Ar) murni
• FCAW (Flux Cored Arch Welding) pada hakikatnya hampir sama dengan proses pengelasan GMAW. Gas pelindungnya juga sama-sama menggunakan Karbon dioxida CO2. Biasanya, pada mesin las FCAW ditambah robot yang bertugas untuk menjalankan pengelasan biasa disebut dengan super anemo
• PAW (Plasma Arch Welding) adalah las listrik dengan plasma yang sejenis dengan GTAW hanya pada proses ini gas pelindung menggunakan bahan campuran antara Argon (Ar), Nitrogen (N) dan Hidrogen (H) yang lazim disebut dengan plasma. Plasma adalah gas yang luminous dengan derajat pengantar arus dan kapasitas termis / panas yang tinggi dapat menampung tempratur diatas 5000° C
3. Berdasarkan Panas Yang Dihasilkan Campuran Gas
• OAW (Oxigen Acetylene Welding) adalah sejenis dengan las karbid / las otogen. Panas yang didapat dari hasil pembakaran gas acetylene (C2H2) dengan zat asam atau Oksigen (O2). Ada juga yang sejenis las ini dan memakai gas propane (C3H8) sebagai ganti acetylene. Ada pula yang memakai bahan pemanas yang terdiri dari campuran gas hidrogen (H) dan zat asam (O2) yang disebit OHW (Oxy Hidrogen Welding)
4. Berdasarkan Ledakan dan reaksi isotermis
• EXW (Explosion Welding) adalah las yang sumber panasnya didapatkan dengan meledakkan amunisi yang dipasang pada suatu mold/cetakan pada bagian tersebut dan mengisi cetakan yang tersedia. Cara ini sangat praktis untuk menyambung kawat baja / wire rope, slenk. Cara pelaksanaannya adalah ujung-ujung tambang kawat dimasukkan ke dalam mold yang telah terisi amunisi selanjutnya serbuk ledak tersebut dinyalakan dengan pemantik api, maka terjadilah reaksi kimia eksotermis yang sangat cepat sehingga menghasilkan suhu yang sangat tinggi sehingga terjadilah ledakan. Ledakan tersebut mencairkan kedua ujung kawat baja yang terdapat didalam mold tadi, sehingga cairan metal terpadu dan mengisi ruangan yang tersedia didalam mold.
• SMAW (Shield Metal Arch Welding) adalah las busur nyala api listrik terlindung dengan mempergunagakan busur nyala listrik sebagai sumber panas pencair logam. Jenis ini paling banyak dipakai dimana–mana untuk hampir semua keperluan pekerjaan pengelasaan. Tegangan yang dipakai hanya 23 sampai dengan 45 Volt AC atau DC, sedangkan untuk pencairan pengelasan dibutuhkan arus hingga 500 Ampere. Namun secara umum yang dipakai berkisar 80 – 200 Ampere
• SAW (Submerged Arch Welding) adalah las busur terbenam atau pengelasan dengan busur nyala api listrik. Untuk mecegah oksidasi cairan metal induk dan material tambahan, dipergunakan butiran–butiran fluks / slag sehingga bususr nyala terpendam di dalam ukuran–ukuran fluks tersebut
• ESW (Electro Slag Welding) adalah pengelasan busur terhenti, pengelasan sejenis SAW namun bedanya pada jenis ESW busurnya nyala mencairkan fluks, busur terhenti dan proses pencairan fluk berjalan terus dam menjadi bahan pengantar arus listrik (konduktif). Sehingga elektroda terhubungkan dengan benda yang dilas melalui konduktor tersebut. Panas yang dihasilkan dari tahanan terhadap arus listrik melalui cairan fluk / slag cukup tinggi untuk mencairkan bahan tambahan las dan bahan induk yang dilas tempraturnya mencapai 3500° F atau setara dengan 1925° C
• SW (Stud Welding) adalah las baut pondasi, gunanya untuk menyambung bagian satu konstruksi baja dengan bagian yang terdapat di dalam beton (baut angker) atau “ Shear Connector “
• ERW (Electric Resistant Welding) adalah las tahanan listrik yaitu dengan tahanan yang besar panas yang dihasilkan oleh aliran listrik menjadi semakin tinggi sehingga mencairkan logam yang akan dilas. Contohnya adalah pada pembuatan pipa ERW, pengelasan plat–plat dinding pesawat, atau pada pagar kawat
• EBW (Electron Beam Welding) adalah las dengan proses pemboman elektron, suatu pengelasan uang pencairannya disebabkan oleh panas yang dihasilkan dari suatu berkas loncatan elektron yang dimamapatkan dan diarahkan pada benda yang akan dilas. Penelasan ini dilaksanakan di dalam ruang hampa, sehingga menghapus kemungkinan terjadinya oksidasi atau kontaminasi
2. Berdasarkan Panas Listrik dan Gas
• GMAW (Gas Metal Arch Welding) terdiri dari ; MIG (Metal Active Gas) dan MAG (Metal Inert Gas) adalah pengelasan dengan gas nyala yang dihasilkan berasal dari busur nyala listrik, yang dipakai sebagai pencair metal yang di–las dan metal penambah. Sebagai pelindung oksidasi dipakai gas pelindung yang berupa gas kekal (inert) atau CO2. MIG digunakan untuk mengelas besi atau baja, sedangkan gas pelindungnya adalah mengunakan Karbon dioxida CO2. TIG digunakan untuk mengelas logam non besi dan gas pelindungnya menggunakan Helium (He) dan/atau Argon (Ar)
• GTAW (Gas Tungsten Arch Welding) atau TIG (Tungsten Inert Gas) adalah pengelasn dengan memakai busur nyala dengan tungsten/elektroda yang terbuat dari wolfram, sedangkan bahan penambahnyyadigunakan bahan yang sama atau sejenis dengan material induknya. Untuk mencegah oksidasi, dipakai gas kekal (inert) 99 % Argon (Ar) murni
• FCAW (Flux Cored Arch Welding) pada hakikatnya hampir sama dengan proses pengelasan GMAW. Gas pelindungnya juga sama-sama menggunakan Karbon dioxida CO2. Biasanya, pada mesin las FCAW ditambah robot yang bertugas untuk menjalankan pengelasan biasa disebut dengan super anemo
• PAW (Plasma Arch Welding) adalah las listrik dengan plasma yang sejenis dengan GTAW hanya pada proses ini gas pelindung menggunakan bahan campuran antara Argon (Ar), Nitrogen (N) dan Hidrogen (H) yang lazim disebut dengan plasma. Plasma adalah gas yang luminous dengan derajat pengantar arus dan kapasitas termis / panas yang tinggi dapat menampung tempratur diatas 5000° C
3. Berdasarkan Panas Yang Dihasilkan Campuran Gas
• OAW (Oxigen Acetylene Welding) adalah sejenis dengan las karbid / las otogen. Panas yang didapat dari hasil pembakaran gas acetylene (C2H2) dengan zat asam atau Oksigen (O2). Ada juga yang sejenis las ini dan memakai gas propane (C3H8) sebagai ganti acetylene. Ada pula yang memakai bahan pemanas yang terdiri dari campuran gas hidrogen (H) dan zat asam (O2) yang disebit OHW (Oxy Hidrogen Welding)
4. Berdasarkan Ledakan dan reaksi isotermis
• EXW (Explosion Welding) adalah las yang sumber panasnya didapatkan dengan meledakkan amunisi yang dipasang pada suatu mold/cetakan pada bagian tersebut dan mengisi cetakan yang tersedia. Cara ini sangat praktis untuk menyambung kawat baja / wire rope, slenk. Cara pelaksanaannya adalah ujung-ujung tambang kawat dimasukkan ke dalam mold yang telah terisi amunisi selanjutnya serbuk ledak tersebut dinyalakan dengan pemantik api, maka terjadilah reaksi kimia eksotermis yang sangat cepat sehingga menghasilkan suhu yang sangat tinggi sehingga terjadilah ledakan. Ledakan tersebut mencairkan kedua ujung kawat baja yang terdapat didalam mold tadi, sehingga cairan metal terpadu dan mengisi ruangan yang tersedia didalam mold.
Jumat, 04 April 2014
Wow..
MENDIKBUD: POLITEKNIK KINI BUKAN LAGI ‘ANAK TIRI’
- March 27 th.
Dalam kunjungannya ke
Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya dalam rangka meresmikan Grha
Dewaruci Sabtu, 22 Maret 2014, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
Republik Indonesia, Prof. Dr. Ir. Muhammad Nuh, DEA turut memberikan
semangat dan apresiasi terhadap Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya
atas upayanya dalam meningkatkan kualitas pendidikan secara signifikan.
Dalam sambutannya, Mendikbud
menyampaikan bahwa pada beberapa tahun yang lalu politeknik masih
menjadi ‘anak tiri’. Beberapa kebijakan kurang mendukung adanya
pengembangan di Politeknik, seperti misalnya Program Studi yang
ditawarkan hanya sampai D4, dosen yang hanya bisa mendapat eselon
tertinggi pada IVD, dosen politeknik tidak dapat menjadi guru besar dan
beberapa keterbatasan yang lain. Telah cukup banyak usaha yang telah
dilakukan dalam rangka mengembangkan politeknik sehingga selaras dengan
pengembangan universitas secara umum.Usaha tersebut akhirnya menemukan
jalan keluarnya.Dengan diterbitkannya Undang-Undang No. 12 Tahun 2012
tentang pendidikan tinggi, segala sekat pembatas tersebut kini telah
hilang.
Politeknik kini bukan lagi anak
tiri. Politeknik telah diberikan kesempatan yang sama dan seluas-luasnya
untuk mengembangkan institusi. Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya
dipandang menjadi salah satu politeknik yang sangat berpotensi karena
telah memiliki resourcesyang memadai. Sumber daya yang potensial, sarana
dan prasarana yang baik, yangakan menunjang pengembangan Politeknik
Perkapalan Negeri Surabaya menjadi salah satu center of excellence
khususnya di bidang perkapalan dan teknologi lainnya.
Beberapa program yang sedang
dikerjakan Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya adalah pendirian 5
program studi baru dan juga pendirian magister terapan.Pendirian 5
Program Studi baru didasarkan oleh keinginan untuk membantu menaikkan
Angka Partisipasi Kasar (APK) perguruan tinggi yang masih kecil.Program
Studi baru tersebut adalah D4 Teknik Kelistrikan Kapal, D4 Teknik
Perancangan dan Konstruksi Kapal, D4 Teknik Permesinan Kapal, D4 Teknik
Pengolahan Limbah, D4 Manajemen Bisnis. Diharapkan dengan dibukanya 5
program studi baru akan membantu menaikkan APK Perguruan Tinggi di
Indonesia menjadi meningkat dan tidak tertinggal jauh dibandingkan
negara maju.
Magister Terapan juga menjadi salah satu program yang sedang
dikembangkan oleh PPNS.PPNS sedang menginisiasi pembangunan Magister
Sains Terapan di bidang Teknologi Manufaktur Perkapalan, S2 Teknologi
Pengelasan, dan S2 Teknik K3.Harapannya, dalam beberapa tahun mendatang
Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya akan menjadi center of excellence
di bidang perkapalan dan teknologi penunjangnya. (nuh)
Fasilitas di ppns.. apa aja
Wall Climbing
Lapangan Futsal
Lapangan Bola Basket
Musholla
Graha Music
Kolam Uji Kapal
Oh ya satu fasilitas lagi yg lupa disebutin, PARKIRAN.. hehe uda lantai 2 loh, kampusku sederhana, ya sedemikian itu aja. Ruang kelas juga belum AC :'( kasian sby panas.. Tetapi untuk Laboratorium PALING LENGKAP.. PERPUS APALAGI. Ada buku novel juga loh -__-
Kurikulum 8 semester -___-
Kurikulum D4 Teknik Pengelasan
SEMESTER I | |||||
No | KODE MK | MATA KULIAH | JAM | SKS | |
1 | 607101 | A | Agama | 2 | 2 |
2 | 607104 | A | Bahasa Inggris I | 3 | 3 |
3 | 607202 | A | Kimia Terapan | 4 | 2 |
4 | 607203 | A | Matematika Terapan I | 4 | 2 |
5 | 607204 | A | Gambar Teknik | 8 | 4 |
6 | 607205 | A | Proses Manufaktur | 4 | 2 |
7 | 607207 | A | Kesehatan & Keselamatan Kerja | 2 | 1 |
8 | 607210 | A | Ilmu Bahan | 4 | 2 |
9 | 607224 | A | Praktek Fabrikasi Dasar | 4 | 2 |
JUMLAH | 35 | 20 | |||
SEMESTER II | |||||
No | KODE MK | MATA KULIAH | JAM | SKS | |
1 | 607105 | A | Bahasa Inggris II | 3 | 3 |
2 | 607102 | A | Kewarganegaraan | 2 | 2 |
3 | 607201 | A | Fisika terapan | 6 | 3 |
4 | 607208 | A | Matematika Terapan II | 4 | 2 |
5 | 607206 | A | Aplikasi Komputer | 4 | 2 |
6 | 607212 | A | Pengantar Teknologi Perkapalan | 4 | 2 |
7 | 607225 | A | Praktek Bengkel | 8 | 4 |
8 | 607301 | A | Teknologi Las I | 4 | 2 |
JUMLAH | 35 | 20 | |||
SEMESTER III | |||||
No | KODE MK | MATA KULIAH | JAM | SKS | |
1 | 607103 | A | Bahasa Indonesia | 2 | 2 |
2 | 607212 | A | Tugas Perancangan Kapal | 6 | 3 |
3 | 607215 | A | Elemen Mesin | 4 | 2 |
4 | 607209 | A | Mekanika bahan | 4 | 2 |
5 | 607303 | A | Teori NDT | 4 | 2 |
6 | 607304 | A | Teknologi Las II | 4 | 2 |
7 | 607314 | A | Praktek Las I | 8 | 4 |
8 | 607302 | A | Perpindahan panas | 4 | 2 |
JUMLAH | 36 | 19 | |||
SEMESTER IV | |||||
No | KODE MK | MATA KULIAH | JAM | SKS | |
1 | 607214 | A | Konstruksi kapal | 6 | 3 |
2 | 607223 | A | Praktek kelistrikan | 4 | 2 |
3 | 607305 | A | Metalurgi Las | 4 | 2 |
4 | 607306 | A | Perlakuan panas | 4 | 2 |
5 | 607315 | A | Praktek DT - NDT | 8 | 4 |
6 | 607316 | A | Praktek Las II | 8 | 5 |
7 | 607217 | A | Pesawat Angkat | 2 | 1 |
JUMLAH | 36 | 18 | |||
SEMESTER V | |||||
No | KODE MK | MATA KULIAH | JAM | SKS | |
1 | 607216 | A | Statistik | 2 | 1 |
2 | 607219 | A | Metode elemen hingga | 4 | 2 |
3 | 607226 | A | Praktek Manufaktur dibantu komputer | 4 | 2 |
4 | 607307 | A | Teknologi Las Aplikasi | 4 | 2 |
5 | 607308 | A | DFKI KU & BT | 6 | 3 |
6 | 607309 | A | Penyambungan non logam | 4 | 2 |
7 | 607310 | A | Pengendalian Otomatis | 4 | 2 |
8 | 607317 | A | Praktek Fabrikasi | 8 | 4 |
JUMLAH | 36 | 18 | |||
SEMESTER VI | |||||
No | KODE MK | MATA KULIAH | JAM | SKS | |
1 | 607401 | A | Teknologi Bangunan Baru | 4 | 2 |
2 | 607221 | A | Metode Optimasi | 4 | 2 |
3 | 607222 | A | Metodologi Penelitian | 2 | 1 |
4 | 607311 | A | Inspeksi Las | 4 | 2 |
5 | 607312 | A | DFKI TANGKI & PIPA | 6 | 3 |
6 | 607313 | A | DFKI KAPAL | 6 | 3 |
7 | 607406 | A | Praktek Kualifikasi Las | 10 | 5 |
JUMLAH | 36 | 18 | |||
SEMESTER VII | |||||
No | KODE MK | MATA KULIAH | JAM | SKS | |
1 | 607501 | A | Program Magang | 40 | 18 |
JUMLAH | 40 | 18 | |||
SEMESTER VIII | |||||
No | KODE MK | MATA KULIAH | JAM | SKS | |
1 | 607218 | A | Kelelahan & Kepecahan | 4 | 2 |
2 | 607402 | A | Analisa Biaya | 2 | 1 |
3 | 607403 | A | Kewirausahaan | 2 | 1 |
4 | 607404 | A | Pengendalian mutu (QA/QC) | 2 | 1 |
5 | 607106 | A | Bahasa Inggris III | 3 | 3 |
6 | 607220 | A | Korosi dan Pengendaliannya | 4 | 2 |
7 | 607408 | A | Tugas Akhir | 12 | 6 |
JUMLAH | 29 | 16 |
Langganan:
Postingan (Atom)